Pendirian
suatu Yayasan berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 mengenai Yayasan,
yang diubah dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2004, diatur dalam pasal 9 UU No.
16/2001, yaitu:
1. Minimal didirikan oleh satu
orang atau lebih.
Yang dimaksud “Satu orang” di
sini bisa berupa orang perorangan, bisa juga berupa badan hukum. Pendiri
yayasan boleh WNI, tapi juga boleh orang asing (WNA atau Badan hukum asing).
Namun demikian, untuk pendirian yayasan oleh orang asing atau bersama-sama
dengan orang asing akan ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah
(pasal 9 ayat 5).
2. Pendiri tersebut harus
memisahkan kekayaan pribadinya dengan kekayaan Yayasan.
Hal ini sama seperti PT, dimana
pendiri “menyetorkan” sejumlah uang kepada Yayasan, untuk kemudian uang
tersebut selanjutnya menjadi Modal awal/kekayaan Yayasan.
3. Dibuat dalam bentuk akta
Notaris yang kemudian di ajukan pengesahannya pada Menteri Kehakiman dan Hak
Azasi Manusia, serta diumumkan dalam berita negara Republik Indonesia.
Dalam
prakteknya, jika seseorang ingin mendirikan suatu yayasan, maka pertama-tama
orang tersebut harus memiliki calon nama. Nama tersebut kemudian di cek melalui
Notaris ke Departemen Kehakiman. Karena proses pengecekan dan pengesahan
yayasan masih dalam bentuk manual (berbeda dengan PT yang sudah melalui sistem
elektronik), maka untuk pengecekan nama tersebut calon pendiri harus menunggu
selama 1 bulan untuk mendapatkan kepastian apakah nama tersebut dapat digunakan
atau tidak. Karena proses yang cukup lama tersebut, sebaiknya calon pendiri
menyiapkan beberapa nama sebagai cadangan.
Selama
menunggu persetujuan penggunaan nama tersebut, calon pendiri dapat menyiapkan
beberapa hal yang akan dicantumkan dalam akta pendirian yayasan (lihat contoh
akta pendirian yayasan), yaitu:
1. Maksud dan tujuan yayasan,
secara baku terdiri dari 3 unsur saja, yaitu: sosial-kemanusiaan, dan
keagamaan.
2. Jumlah kekayaan yang
dipisahkan dari kekayaan pendirinya, yang nantinya akan digunakan sebagai modal
awal yayasan.
3. Membentuk Susunan Pengurus
yang minimal terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara (pasal 32 ayat 2)
untuk jangka waktu kepengurusan selama 5 tahun.
4. Membentuk Pengawas (minimal
1 orang), yang merupakan orang yang berbeda dengan pendiri maupun pengurus
(pasal 40 ayat 2 dan ayat 4).
5. Menyiapkan program kerja
Yayasan, yang ditanda-tangani oleh Ketua, sekretaris dan bendahara.
Setelah
nama yang dipesan disetujui, maka pendiri harus segera menindak lanjuti
pendirian Yayasan tersebut dengan menanda-tangani akta notaris. Notaris akan
segera memproses pengesahan dari Yayasan tersebut dalam waktu maksimal 1 (satu)
bulan sejak persetujuan penggunaan nama dari Departemen Kehakiman. Karena
apabila proses pengesahan tidak dilakukan dalam waktu 1 bulan sejak persetujuan
penggunaan nama, maka pemesanan nama tersebut menjadi gugur dan nama tersebut
bisa digunakan oleh yayasan lain.
Untuk melengkapi legalitas
suatu yayasan, maka diperlukan ijin-ijin standard yang meliputi:
1. Surat keterangan domisili
Perusahaan (SKDP) dari Kelurahan/kecamatan setempat
2. Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) atas nama Yayasan
3. Ijin dari Dinas sosial
(merupakan pelengkap, jika diperlukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan
sosial) atau
4. Ijin/terdaftar di Departemen
Agama untuk Yayasan yang bersifat keagamaan (jika diperlukan).
Sebagai penutup, sekali lagi perlu dicermati bahwa pendirian
yayasan pada saat ini harus di ikuti tujuan yang benar-benar bersifat sosial.
Karena sejak berlakunya Undang-Undang No. 16/2001, maka yayasan tidak bisa
digunakan sebagai sarana kegiatan yang bersifat komersial dan harus murni
bersifat sosial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar